Tesla masuk Indonesia, bagaimana performa saham nikel Indonesia?
Tesla masuk Indonesia, bagaimana performa saham nikel Indonesia?
Jakarta (ANTARA) -
Industri kendaraan listrik tengah berkembang dan menunggu formula yang tepat untuk dapat menggaet konsumen-konsumenPandemi Covid-19, mengakibatkan perlambatan pada pertumbuhan industri nikel di indonesia.
Kendati demikian, Industri nikel dianggap industri yang akan sangat berkembang di masa depan, dikarenakan peluang kemajuan industri mobil listrik di tanah air.
Dengan pesatnya perkembangan mobil listrik maka industri nikel menjadi terkerek mendapatkan dampak positif dari revolusi kendaraan modern ini, sebab nikel adalah bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
Indonesia kaya akan nikel tersebut, hingga memantik salah satu raksasa mobil listrik dunia tesla untuk menilik investasi pabriknya di Tanah air.
Produsen kendaraan listrik asal Amerika Serikat (AS), Tesla berencana membangun pabrik baterai di Indonesia yang kemungkinan berlokasi di Batang, Jawa Tengah.
Tesla menilai Indonesia bisa menjadi pusat manufaktur kendaraan listrik di Asia Tenggara. Khususnya dalam membuat baterai listrik, yang mana menjadi komponen utama dan termahal dari mobil listrik.
Keberadaan pabrik baterai di Indonesia tentu akan mendorong perkembangan industri nikel di Indonesia, mengingat nikel merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan baterai mobil listrik.
Kabar ini tentu menjadi angin segar bagi emiten perusahaan nikel di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bagaimana performa emiten-emiten tersebut? Data Analyst di tim riset Lifepal.co.id Aldo Jonathan kepada Antara membagikan hasil telaahnya atas kaitan investasi Tesla dengan korporasi nikel di Indonesia.
Dalam risetnya menemukan, ada emiten-emiten perusahaan penjual nikel yang pergerakan harga sahamnya di atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Mining (indeks dengan list emiten-emiten pertambangan). Namun, sebaliknya ada pula yang performanya dibawah IHSG dan Indeks Mining.
Ada tiga emiten nikel yang kinerjanya sanggup mengalahkan kinerja Indeks Mining. Mereka adalah PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia Tbk, dan PT Pelat Timah Nusantara Tbk.
PT Aneka Tambang Tbk adalah anak perusahaan BUMN pertambangan Inalum. PT Antam didirikan pada tanggal 5 Juli 1968. Kegiatan Antam mencakup eksplorasi, penambangan, pengolahan serta pemasaran sumber daya mineral.
Pendapatan PT Antam diperoleh melalui kegiatan eksplorasi dan penemuan deposit mineral, pengolahan mineral tersebut secara ekonomis, dan penjualan hasil pengolahan tersebut kepada konsumen jangka panjang yang loyal di eropa dan asia. Kegiatan ini telah dilakukan semenjak perusahaan berdiri tahun 1968.
Komoditas utama Antam adalah bijih nikel kadar tinggi atau saprolit, bijih nikel kadar rendah atau limonit, feronikel, emas, perak dan bauksit. Jasa utama Antam adalah pengolahan dan pemurnian logam mulia serta jasa geologi.
Yang berikutnya, yakni PT Vale Indonesia Tbk, merupakan perusahaan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi yang beroperasi di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. PT Vale merupakan bagian dari Vale, perusahaan multitambang asal Brasil yang beroperasi di 30 negara.
PT Vale menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte. Volume produksi nikel PT Vale rata-rata mencapai 75.000 metrik ton per tahunnya. Dalam memproduksi nikelnya di Blok Sorowako, PT Vale menggunakan teknologi pirometalurgi atau teknik smelting (meleburkan bijih nikel laterit).
PT Vale berdiri sejak 25 Juli 1968 yang merupakan perusahaan tambang penanaman modal asing (PMA) dalam naungan Kontrak Karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025. Salah satu poin renegosiasi adalah pengurangan wilayah Kontrak Karya dari sebelumnya seluas 190.510 hektar menjadi 118.435 hektar.
Yang ketiga adalah PT Pelat Timah Nusantara Tbk, disingkat PT Latinusa, Tbk. Ini adalah perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi tinplate berkualitas tinggi dengan standar internasional. PT Latinusa, Tbk. didirikan pada 19 Agustus 1982.
Dilihat dari harga saham, kinerja emiten nikel lainnya yaitu PT Timah Tbk dan PT Central Omega Resources masih dibawah IHSG dan Indeks Mining.
Berdasarkan laporan keuangan Antam (ANTM), tercatat adanya tren peningkatan penjualan dari triwulan III 2015 sampai triwulan III 2020. Tapi, saat pandemi Covid-19 ini, penjualan ANTM mengalami penurunan sebesar -26,55 persen menjadi sebesar Rp18,03 Triliun pada triwulan III 2020 dari sebelumnya sebesar Rp24,55 triliun pada triwulan III 2019.
Dari segi laba komprehensif, ANTM pada triwulan III 2020 mencatat kenaikan signifikan sebesar 57,36 persen atau sebesar Rp863,58 miliar dari sebelumnya Rp548,78 miliar pada triwulan III 2019.
Hal ini dikarenakan adanya efisiensi di bagian beban usaha bagian penjualan dan pemasaran serta adanya pendapatan lain yang cukup signifikan dibanding triwulan III 2019.
Pergerakan harga ANTM sendiri tercatat dari Desember 2014 sampai dengan 9 November 2020 sudah mencatat kenaikan sebesar 38,55 persen. Memang, sepanjang periode Desember 2014 sampa